filosofi perkembangan kurikulum
Kurikulum
sebagai rancangan suatu pendidikan mempunyai peran dan kedudukan yang sangat
strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan, mengingat pentingnya peranan
penting kurikulum di dalam pendidikan dan perkembangan kehidupan manusia, maka
dalam pembuatan kurikulum harus menggunakan landasan – landasan yang kuat dan
terlebih dahulu harus di identifikasi , dikaji, dianalisis, secara selektif,
akurat, mendalam , dan menyeluruh landasan apa saja yang harus dijadikan
patokan dalam merancang, mengembangkan, mengimplementasikan kurikulum agar
kegiatan pendidikan berjalan sebagaimana mestinya dan sesuai dengan yang di
harapkan, Sanjaya (2008) menyatakan bahwa landasan pengembangan kurikulum ada
tiga yaitu landasan filosofis, psikologis, dan landasan sosiologis-teknologis.
Pada kesempatan ini, kelompok kami akan mambahas salah satu landasan kurikulum,
yaitu Landasan Filosofis.
Landasan Filosofis
Filsafat
berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu “philos” dan “sophia”. Philos, artinya
cinta yang mendalam, dan Sophia adalah kearifan atau kebijaksanaan. Dari arti
harfiah ini, Filsafat diartikan sebagai cinta yang mendalam akan kearifan.
Secara popular filsafat sering diartikan sebagai pandangan hidup suatu
masyarakat atau pendirian hidup bagi individu. Henderson (1959) mengemukakan
“popularly philosophy means one’s general view of live of men, of ideals, and
of values, in the sense everyone has a philosophy of life”. Dengan demikian
maka jelas setiap individu atau setiap kelompok masyarakat secara filosofis
memiliki pandangan hidup yang mungkin berbeda sesuai dengan nilai-nilai yang
dianggapnya baik.
Filsafat
sebagai sebuah sistem nilai menjadi dasar yang menentukan tujuan pendidikan.
Hal ini mengandung arti bahwa pandangan hidup atau sistem nilai yang dianggap
baik dan dijadikan pedoman bagi masyarakat akan tercermin dalam tujuan
pendidikan yang harus dicapai, karena kurikulum pada hakikatnya berfungsi untuk
mempersiapkan anggota masyarakat yang dapat mempertahankan, mengembangkan diri
dan dapat hidup dalam sistem nilai masyarakatnya sendiri.
Dalam
pengembangan kurikulum, filsafat menjawab hal-hal mendasar bagi pengembangan
kurikulum, antara lain: Ke mana anak didik akan dibawa? Masyarakat yang
bagaimana yang akan dibentuk melalui pendidikan tersebut? Apa hakikat pengetahuan
yang akan diajarkan kepada anak didik? Norma atau sistem yang bagaimana yang
harus diwariskan kepada anak didik sebagai generasi penerus? Bagaimana proses
pendidikan harus dijalankan?
Demikian
mendasarnya pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh filsafat. Dengan
kedudukannya yang begitu mendasar, filsafat memiliki paling tidak empat fungsi,
yaitu:
Filsafat dapat menentukan
arah dan tujuan pendidikan;
· Filsafat dapat
menentukan isi atau materi pelajaran yang harusdiberikan sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai;
· Filsafat dapat
menentukan strategi atau cara pencapaian tujuan;
· Filsafat dapat
menentukan tolak ukur keberhasilan proses pendidikan.
Filsafat
juga merupakan proses berpikir. Filsafat sering diartikan sebagai cara berpikir.
Berfikir filosofis adalah berfikir yang memiliki ciri-ciri tertentu. Ciri-ciri
tersebut menurut Sidi Gazalba (Uyoh Sadulloh: 2004), antara lain:
· Berpikir Radikal,
yaitu berpikir sampai ke akar-akarnya, sampai pada konsekuensi terakhir.
· Berpikir
Sistematis, adalah berpikir logis yang bergerak selangkah demi selangkah,
dengan penuh kesadaran dengan urutan yang bertanggung jawab dan saling
berhubungan yang teratur.
· Berpikir Universal,
adalah tidak berpikir secaa khusus, yang hanya terbatas kepada bagian-bagian
tertentu, melainkan mencakup keseluruhan secara sistematis dan logis sampai ke
akar-akarnya.
Orang
yang berfilsafat selalu berpikir secara mendalam tentang masalah secara
menyeluruh sebagai upaya mencari dan menemukan kebenaran.
Filsafat
memegang peranan penting dalam penyusunan & pengembangan kurikulum. Sama
halnya dalam Filsafat Pendidikan, dikenal ada beberapa aliran filsafat,
diantaranya perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan
rekonstruktivisme.
Perenialisme
Perenial
berarti “abadi” , aliran ini beranggapan bahwa beberapa gagasan telah bertahan
selama berabad – abad dan masih relevan saat ini seperti pada saat gagasan
tersebut baru ditemukan. Perenialisme lebih menekankan pada keabadian,
keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial
tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan
sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran
absolut, kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran
ini lebih berorientasi ke masa lalu.
Essensialisme
Aliran
filsafat essensialisme adalah suatu paham yang menginginkan agar manusia
kembali kepada kebudayaan yang lama , merujuk kepada pendidikan bersifat
“tradisional” atau “back to basics” aliran ini dinamakan demikian karena
filsafat ini berupaya menanamkan pada anak didik hal – hal “essensial” dari
pengetahuan akademik dan perkembangan karakterEssensialisme menekankan
pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada
peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika,
sains, dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi
kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme,
essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.
Eksistensialisme
Eksistensialisme
merupakan paham yang berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas
kemauannya yang bebas/kreatif , seseorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran
itu bersifat relative, dan karenanya itu masing – masing individu bebas
menetukan mana yang benar atau salah . Eksistensialisme menekankan pada
individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami
kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan:
Bagaimana saya hidup di dunia? Apa pengalaman itu?
Progresivisme
Progresivisme
menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta
didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan
bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
Rekonstruktivisme
Rekonstruktivisme
merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme,
peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang
perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh
menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran
ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan
melakukan sesuatu? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada
proses.
Aliran
Filsafat Perenialisme, Essensialisme, Eksistensialisme merupakan aliran
filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum
Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi
pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat
rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam pengembangan Model Kurikulum
Interaksional.
Dalam
praktek pengembangan kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung dilakukan
secara eklektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan berbagai
kepentingan yang terkait dengan pendidikan. Saat ini, pada beberapa negara dan
khususnya di Indonesia, tampaknya mulai terjadi pergeseran landasan dalam
pengembangan kurikulum, yaitu dengan lebih menitikberatkan pada filsafat
rekonstruktivisme.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda